7 Dampak Demonstrasi terhadap Pedagang Kecil dan Ekonomi Lokal

Demonstrasi merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam kehidupan demokrasi. Melalui aksi ini, aspirasi dapat disampaikan secara terbuka, baik terkait isu ekonomi, politik, maupun sosial. Namun, di balik fungsinya sebagai sarana penyampaian pendapat, demonstrasi juga memiliki konsekuensi terhadap aktivitas ekonomi, terutama bagi pedagang kecil dan perekonomian lokal di sekitar lokasi aksi.

Baca juga : Demo 28 Agustus 2025: Tuntutan Buruh, Kericuhan Mahasiswa, dan Tragedi Ojol di Jakarta

Artikel ini akan membahas secara lebih dalam mengenai bagaimana demonstrasi berdampak pada pedagang kecil, baik dari sisi positif maupun negatif, serta mengulas pandangan hukum yang mengatur kebebasan berpendapat.

1. Penurunan Omzet Penjualan

Salah satu dampak paling terasa bagi pedagang kecil adalah menurunnya pendapatan harian. Banyak konsumen enggan mendekati lokasi demonstrasi karena khawatir akan keramaian, kemacetan, atau potensi kericuhan. Akibatnya, omzet pedagang berkurang drastis, terutama bagi mereka yang sangat bergantung pada pembeli harian.

2. Gangguan Distribusi Barang Dagangan

Jika demonstrasi berlangsung di jalan utama, distribusi barang menjadi terhambat. Pedagang bisa mengalami keterlambatan stok atau bahkan kekosongan barang dagangan. Kondisi ini membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan konsumen.

3. Kerusakan Fasilitas Usaha

Walaupun tidak selalu terjadi, demonstrasi berisiko menimbulkan kerusakan pada kios, lapak, atau fasilitas usaha yang berada di sekitar lokasi. Kerugian semacam ini tentu sangat memberatkan pedagang kecil yang memiliki modal terbatas.

4. Meningkatnya Penjualan Produk Tertentu

Menariknya, tidak semua dampak bersifat negatif. Pada beberapa kasus, pedagang makanan, minuman, atau barang kebutuhan sehari-hari justru mengalami peningkatan penjualan karena massa demonstrasi membutuhkan konsumsi selama aksi berlangsung.

5. Kesempatan Memperluas Jaringan

Bagi sebagian pedagang, demonstrasi menghadirkan peluang untuk memperluas jaringan. Massa yang datang dari berbagai daerah bisa menjadi pelanggan baru atau setidaknya mengenal produk mereka. Ini menjadi sisi positif yang jarang diperhatikan.

6. Ketidaknyamanan Sosial bagi Konsumen

Selain aspek ekonomi, demonstrasi juga menimbulkan dampak sosial. Banyak konsumen menghindari area sekitar lokasi aksi karena tidak nyaman dengan kebisingan, keramaian, atau perubahan arus lalu lintas. Hal ini secara tidak langsung memengaruhi aktivitas belanja di tingkat lokal.

7. Perlindungan Hukum dan Hak Pedagang

Kebebasan menyampaikan pendapat melalui demonstrasi dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E serta Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Namun, undang-undang tersebut juga menekankan pentingnya menjaga ketertiban umum dan melindungi hak orang lain, termasuk hak pedagang kecil untuk mencari nafkah.

Demonstrasi membawa dampak yang beragam bagi pedagang kecil dan ekonomi lokal. Ada sisi negatif berupa penurunan omzet, gangguan distribusi, hingga ketidaknyamanan sosial. Namun, terdapat pula sisi positif berupa peluang penjualan dan kesempatan memperluas jaringan.

Baca juga : Ekonomi Indonesia di Persimpangan: Tantangan Lesunya Pertumbuhan dan Harapan Pemulihan

Keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap penghidupan masyarakat perlu dijaga. Dengan demikian, aspirasi tetap tersampaikan tanpa menimbulkan kerugian besar bagi pedagang kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal.

Demo 28 Agustus 2025: Tuntutan Buruh, Kericuhan Mahasiswa, dan Tragedi Ojol di Jakarta

Jakarta - 28 Agustus 2025 menjadi salah satu demonstrasi terbesar di Indonesia pasca-2024. Ribuan buruh turun ke jalan membawa tuntutan terkait kesejahteraan pekerja, namun aksi yang semula damai berubah menjadi kericuhan setelah mahasiswa bergabung. Tragisnya, seorang pengemudi ojek online meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis BrimobArtikel ini membahas kronologi lengkap demo 28 Agustus 2025, tuntutan buruh, eskalasi mahasiswa, tragedi di Jakarta, hingga dampak nasional yang masih terasa hingga kini.

Latar Belakang Demo 28 Agustus 2025
Aksi Serentak di 38 Provinsi

Demo 28 Agustus 2025 dipicu oleh keresahan buruh atas kebijakan ketenagakerjaan. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Partai Buruh, dan berbagai aliansi serikat pekerja mengorganisir aksi besar di 38 provinsi.

Ribuan pekerja turun ke jalan menuntut perubahan kebijakan pemerintah terkait upah, sistem kerja, dan perlindungan tenaga kerja. Aksi ini menandai konsolidasi besar-besaran gerakan buruh setelah beberapa tahun sebelumnya fokus pada penolakan Omnibus Law Cipta Kerja.

Tuntutan Buruh: Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah

Tuntutan utama buruh terangkum dalam istilah HOSTUM (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah). Isi tuntutan tersebut meliputi:

1. Menghapus sistem outsourcing dan mencabut PP Nomor 35 Tahun 2021.

2. Kenaikan upah minimum 2026 sebesar 8,5–10,5 persen.

3. Satgas khusus anti-PHK untuk menekan angka pemutusan hubungan kerja.

4. Reformasi pajak dengan menaikkan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) dari Rp 4,5 juta menjadi Rp 7,5 juta per bulan.

Bagi buruh, tuntutan ini bukan sekadar angka. Mereka menilai sistem outsourcing dan upah murah membuat pekerja semakin rentan, sementara beban hidup masyarakat terus meningkat.

Kronologi Demo 28 Agustus 2025 di Jakarta
Aksi Damai Buruh di Depan DPR dan Istana

Di Jakarta, sekitar 10 ribu buruh dari Jabodetabek memadati Gedung DPR/MPR RI dan Istana Negara. Spanduk dan poster dengan berbagai pesan perjuangan dibentangkan. Orasi berlangsung sejak pagi hingga menjelang siang hari.

Hingga pukul 13.00 WIB, aksi buruh berlangsung damai dan mulai berangsur bubar. Namun, situasi berubah drastis setelah kelompok mahasiswa datang dengan isu berbeda.

Kericuhan Mahasiswa: Dari Tuntutan Politik hingga Bentrokan

Isu yang Diangkat Mahasiswa

Mahasiswa yang hadir dalam demo 28 Agustus 2025 menyoroti isu politik, terutama:

Penolakan terhadap kenaikan tunjangan DPR.

Tuntutan agar DPR dibubarkan karena dianggap tidak lagi mewakili kepentingan rakyat.

Bentrokan dengan Aparat

Suasana yang semula kondusif berubah tegang. Mahasiswa mencoba memanjat pagar gedung DPR, melemparkan batu, botol, bahkan bom molotov. Aparat kepolisian menanggapi dengan gas air mata dan water cannon.

Kericuhan meluas ke sekitar Jalan Asia Afrika, flyover Pejompongan, dan SPBU Pejompongan. Bentrokan berlangsung hingga malam, dengan kondisi jalan dipenuhi asap gas air mata dan suara ledakan petasan.

Tragedi: Tewasnya Pengemudi Ojek Online

Sekitar sore hari, terjadi insiden tragis yang mengguncang publik. Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, sedang menyeberang jalan untuk mengantar pesanan. Naas, ia terjatuh tepat di jalur kendaraan taktis Brimob.

Affan terlindas rantis dan mengalami luka parah. Ia sempat dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), namun nyawanya tidak dapat diselamatkan.

Dampak Sosial dan Gelombang Emosi Publik

Kematian Affan langsung menyulut kemarahan publik. Tagar tentang dirinya menjadi trending di media sosial. Ribuan warganet mengutuk tindakan represif aparat.

Massa bahkan bergerak ke Markas Brimob Kwitang, melempar batu dan petasan, serta berusaha merangsek masuk. Aparat kembali merespons dengan tembakan gas air mata.

Affan kemudian dipandang sebagai simbol korban sipil dalam demonstrasi, memperkuat narasi bahwa aparat bersikap berlebihan dalam mengamankan aksi.

Reaksi Pemerintah dan Aparat

Respons Presiden Prabowo Subianto

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan duka cita mendalam atas meninggalnya Affan Kurniawan. Ia berjanji mengusut tuntas kasus ini dan memerintahkan investigasi menyeluruh terhadap aparat yang terlibat.

Sikap Kepolisian

Kapolda Metro Jaya mengakui adanya insiden dan menahan tujuh anggota Brimob yang terlibat untuk penyelidikan internal. Namun, banyak pihak menilai langkah ini belum cukup untuk memulihkan kepercayaan publik.

Kritik dari Lembaga Sipil

Menurut laporan Lokataru Foundation, sedikitnya 600 mahasiswa ditangkap di berbagai kota. Lembaga advokasi hukum menilai aparat bersikap represif, melanggar prinsip hak asasi manusia dalam penanganan aksi.

Dampak Nasional Demo 28 Agustus 2025

Kerusuhan di Daerah

Tidak hanya Jakarta, demo 28 Agustus 2025 juga memicu kerusuhan di berbagai daerah.

Di Makassar, gedung DPRD terbakar, menyebabkan tiga orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka.

Di Medan, Surabaya, dan Banda Aceh, aksi serupa juga berlangsung ricuh, meskipun dengan skala lebih kecil.

Reputasi Pemerintah dan Stabilitas Politik

Peristiwa ini menjadi ujian serius bagi pemerintahan Prabowo. Selain menurunkan kepercayaan publik terhadap aparat keamanan, demo ini juga memperlihatkan ketegangan sosial-ekonomi yang masih tinggi.

Investor dan pelaku usaha pun mulai menyoroti stabilitas politik Indonesia pasca-kerusuhan, karena dapat berdampak pada iklim investasi dan ekonomi nasional.

Baca juga : Ekonomi Indonesia di Persimpangan: Tantangan Lesunya Pertumbuhan dan Harapan Pemulihan

Refleksi atas Demo 28 Agustus 2025

Demo 28 Agustus 2025 memberikan sejumlah pelajaran penting:

1. Kebijakan ketenagakerjaan perlu reformasi serius. Selama sistem outsourcing dan upah murah dibiarkan, potensi konflik buruh akan terus berulang.

2. Profesionalisme aparat menjadi kunci. Penggunaan kekuatan berlebihan hanya memperburuk citra polisi di mata publik.

3. Dialog sosial mutlak diperlukan. Pemerintah, buruh, mahasiswa, dan masyarakat sipil harus duduk bersama mencari solusi berkeadilan.

4. Perlindungan sipil harus jadi prioritas. Tewasnya Affan Kurniawan adalah alarm keras agar aparat lebih berhati-hati dalam bertugas.

Demo 28 Agustus 2025 awalnya merupakan aksi buruh menuntut kesejahteraan, namun berakhir menjadi tragedi nasional dengan kericuhan mahasiswa dan meninggalnya pengemudi ojol.

Peristiwa ini bukan hanya soal politik jalanan, tetapi juga mencerminkan ketidakpuasan masyarakat atas kebijakan pemerintah dan perilaku aparat.

Bagi pemerintah, peristiwa ini harus dijadikan momentum untuk memperbaiki kebijakan ketenagakerjaan, memperkuat perlindungan sipil, dan menata ulang hubungan negara dengan rakyat.

Jika tidak, demo 28 Agustus 2025 akan tercatat sebagai peringatan keras bahwa suara rakyat tidak boleh diabaikan.

Fenomena AI di Dunia Pendidikan: Membantu atau Membingungkan?

Dalam beberapa tahun terakhir, Artificial Intelligence (AI) menjadi topik yang ramai diperbincangkan. Tidak hanya di bidang industri dan bisnis, AI juga mulai masuk ke ruang kelas sekolah dan kampus. Kehadirannya menimbulkan dua pandangan berbeda: di satu sisi dianggap sebagai inovasi yang membantu, di sisi lain dinilai membingungkan dan berisiko. Fenomena ini membuat kita perlu menimbang kembali arah pendidikan di era digital.

AI Sebagai Inovasi dalam Belajar

Penggunaan AI membuka peluang besar untuk menciptakan sistem pembelajaran yang lebih efektif. Salah satunya adalah pembelajaran personal. AI dapat menganalisis kemampuan setiap siswa, kemudian menyesuaikan materi sesuai kebutuhan mereka. Dengan cara ini, siswa yang lambat memahami materi tidak akan tertinggal, sementara yang lebih cepat bisa terus melaju.

Bagi guru dan dosen, AI dapat berfungsi sebagai asisten digital. Persiapan materi, pembuatan soal, hingga evaluasi pembelajaran bisa dilakukan dengan lebih praktis. Di perguruan tinggi, mahasiswa juga merasakan manfaatnya ketika mengerjakan penelitian. Mulai dari pencarian referensi hingga analisis data, semua dapat dipermudah oleh teknologi AI.

Tantangan yang Membingungkan

Meski banyak memberi kemudahan, kehadiran AI juga menimbulkan sejumlah tantangan. Plagiarisme dan ketergantungan menjadi masalah utama. Tidak sedikit siswa dan mahasiswa yang memanfaatkan AI untuk mengerjakan tugas tanpa berusaha memahami materinya. Jika dibiarkan, hal ini berpotensi menurunkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas.

Baca juga : Belum Ada Yang Tau! Ini 5 Teknologi Jenius Yang Bikin Geleng-Geleng Kepala

Selain itu, muncul pula pertanyaan etis: apakah sah menggunakan AI untuk membuat esai, laporan, atau bahkan penelitian ilmiah? Apakah hasil karya tersebut masih bisa dianggap asli? Dilema ini membuat guru, dosen, dan institusi pendidikan harus berhati-hati dalam menetapkan aturan.

Respons Sekolah dan Kampus

Setiap sekolah dan kampus memiliki cara berbeda dalam menyikapi fenomena ini. Ada yang memilih melarang keras penggunaan AI, dengan alasan menjaga keaslian karya akademik. Namun, ada pula yang mengambil langkah sebaliknya, yaitu mengintegrasikan AI ke dalam kurikulum.

Pendekatan kedua dianggap lebih relevan. Alih-alih menutup mata, dunia pendidikan justru perlu mengajarkan bagaimana menggunakan AI secara bijak. Sama halnya ketika internet dulu hadir, awalnya penuh keraguan, tetapi akhirnya menjadi bagian penting dari pembelajaran.

Membantu atau Membingungkan?

Pada akhirnya, AI ibarat dua sisi mata uang. Ia bisa menjadi alat yang membantu jika dipakai dengan benar, tetapi bisa juga membingungkan jika tanpa aturan yang jelas. Guru dan dosen memiliki peran penting untuk membimbing, bukan sekadar melarang. Sementara itu, siswa dan mahasiswa dituntut untuk lebih bertanggung jawab dalam menggunakan teknologi ini.

Baca juga : AI di 2025: Ancaman atau Peluang untuk Pekerjaan Kita?

Fenomena AI di dunia pendidikan adalah cerminan perubahan zaman yang tidak bisa dihindari. Pertanyaannya bukan lagi “harus atau tidak menggunakan AI”, melainkan “bagaimana cara menggunakannya dengan tepat”. Jika dapat dikelola dengan bijak, AI akan menjadi sahabat baru dalam proses belajar. Namun jika disalahgunakan, ia hanya akan menjadi jalan pintas yang menyesatkan.

The Conjuring: Last Rites — Film Horor Terbaru 2025 yang Jadi Penutup Saga Warren

Dunia perfilman horor kembali akan diguncang dengan kehadiran film horor terbaru 2025, yakni The Conjuring: Last Rites. Film yang juga dikenal sebagai The Conjuring 4 ini menjadi bagian terakhir dari kisah pasangan paranormal terkenal, Ed dan Lorraine Warren. Setelah lebih dari satu dekade menghantui penonton dengan kisah seram berdasarkan kasus nyata, film ini siap menghadirkan klimaks yang mendebarkan sekaligus emosional.

Berdasarkan Kasus Nyata Smurl Haunting

Seperti tradisi waralaba The Conjuring, film ini juga mengangkat kisah nyata. Kali ini, ceritanya bersumber dari Smurl Haunting, peristiwa mengerikan yang terjadi di Pennsylvania tahun 1986. Keluarga Smurl mengaku rumah mereka diganggu oleh poltergeist dan entitas jahat yang menebar teror tanpa henti.

Kasus ini termasuk salah satu yang paling sulit ditangani oleh Ed dan Lorraine Warren. Mereka harus berhadapan dengan kekuatan gaib yang tidak hanya menakutkan, tetapi juga penuh manipulasi. Dengan latar kisah nyata yang sudah legendaris, The Conjuring: Last Rites dipastikan menghadirkan horor yang lebih intens dan mencekam.

Pemain Utama Kembali

Film ini masih dibintangi oleh Patrick Wilson dan Vera Farmiga sebagai Ed dan Lorraine Warren. Kehadiran mereka sudah menjadi jantung dari trilogi utama The Conjuring. Chemistry keduanya selalu berhasil menghidupkan cerita, membuat penonton merasa dekat sekaligus terhanyut dalam perjuangan melawan kegelapan.

Banyak penggemar juga menantikan kehadiran karakter ikonik dari semesta The Conjuring, termasuk boneka Annabelle yang terlihat sekilas di trailer. Hal ini memicu spekulasi bahwa film keempat ini akan menyatukan berbagai benang merah dari spin-off sebelumnya.

Disutradarai Michael Chaves

The Conjuring: Last Rites diarahkan oleh Michael Chaves, sutradara yang sudah berpengalaman dalam jagat horor Warner Bros. Ia sebelumnya menyutradarai The Conjuring: The Devil Made Me Do It (2021) dan The Nun II (2023). Dengan pengalamannya, Chaves diyakini bisa menghadirkan atmosfer horor yang konsisten namun tetap segar.

Film ini memiliki durasi sekitar 135 menit, menjadikannya film terpanjang dalam seri utama. Waktu tayang yang lebih panjang memberi ruang untuk mendalami kisah keluarga Smurl, menghadirkan teror yang berlapis, sekaligus menyoroti sisi emosional dari pasangan Warren.

Trailer yang Penuh Teror

Trailer resmi The Conjuring 4 sudah dirilis dan sukses membuat penonton merinding. Beberapa adegan menampilkan ritual eksorsisme, teror poltergeist, hingga sosok misterius yang menyeramkan. Tidak hanya itu, trailer juga menampilkan kengerian khas waralaba ini: rumah berhantu, bayangan tak kasat mata, dan kekuatan gaib yang sulit dijelaskan.

Kemunculan Annabelle dalam trailer menjadi kejutan tersendiri. Kehadirannya seakan menandai bahwa film ini akan mengikat seluruh kisah dalam The Conjuring Universe ke dalam satu penutup besar.

Rilis September 2025

Film horor terbaru 2025 ini dijadwalkan tayang pada 5 September 2025 di bioskop Amerika Serikat. Waktu rilisnya berdekatan dengan musim Halloween, menjadikannya pilihan tepat bagi para penggemar horor untuk merasakan adrenalin di layar lebar.

Promo unik pun sudah disiapkan, mulai dari pembukaan replika Warren’s Occult Museum di London hingga popcorn bucket berbentuk Annabelle yang dipasarkan di bioskop Amerika. Semua ini menambah antusiasme sebelum penayangan resmi.

Penutup Saga Ed dan Lorraine Warren

Sebagai film terakhir dalam trilogi utama, The Conjuring: Last Rites tidak hanya menawarkan kisah seram, tetapi juga perpisahan emosional dengan karakter yang sudah menemani penonton lebih dari sepuluh tahun. Ed dan Lorraine Warren bukan sekadar ikon horor, tetapi juga simbol perjuangan melawan kegelapan dengan keyakinan dan keberanian.

Baca juga : Dari Trauma hingga Sihir Jahat: Mengapa Weapons Wajib Ditonton Penggemar Horor

Bagi penggemar horor sejati, The Conjuring 4 jelas menjadi tontonan wajib. Dengan kisah nyata Smurl Haunting, kembalinya Patrick Wilson dan Vera Farmiga, serta janji sebagai penutup epik, film ini siap menjadi salah satu film horor terbaik 2025.